Solidaritas
Mahasiswa, Pemuda dan Masyarakat Mapiha Dogiyai di Jayapura, Papua, menyatakan
dengan tegas menolak wacana pemekaran daerah otonom baru (DOB) Mapia Raya di
wilayah Kabupaten Dogiyai.
"Wacana
pemekaran Kabupaten Mapia Raya itu segera dihentikan karena hanya akan membawa
petaka bagi masyarakat Mapia," ujar Mudes Musa Boma, ketua tim solidaritas
di Jayapura, Sabtu (11/4/15).
Penegasan
sama sempat dikemukakan saat Jumpa Pers di Prima Garden Cafe, Abepura, kota
Jayapura, Papua, Senin (20/3/2015) lalu. Saat itu, ia menyebut pemekaran
kabupaten baru pintu besar bagi kehadiran pasukan TNI/Polri yang dapat
memperpanjang trauma rakyat Tota Mapia.
"Oleh
karena itu, kami mendesak kepada pemerintah agar tidak membuat masyarakat Mapia
tersakiti dengan tindakan yang bertolak belakang dengan keinginan rakyat di
sana," tegasnya kala itu.
Ia
juga menyatakan menolak dengan tegas wacana pemekaran Mapia Raya, karena
kondisi hari ini Sumber Daya Manusia (SDM) belum siap. Kalau pemekaran itu
jadi, menurutnya, otomatis akan ada penempatan pasukan Militer Indonesia, baik
organik maupun non organik di daerah Mapia. "Dan, itu berpotensi terjadi
pelanggaran HAM," ujar Boma.
Lebih
lanjut dikemukakan, tindak kekerasan akan terus dilakukan aparat keamanan
Indonesia, sementara berbagai kasus pelanggaran HAM yang terjadi sebelumnya
sejak tahun 1963 tak pernah diproses secara hukum.
"Saya
bersama seluruh rakyat Mapia menilai rencana pemekaran Mapia Raya hanya membuka
pintu untuk aparat melakukan pelanggaran HAM di tanah Papua," tegas
Mahasiswa Fisip Universitas Cenderawasih Jayapura ini.
Untuk
itu, pihaknya menyampaikan 9 pernyataan sikap:
Pertama, Menolak dengan tegas upaya perjuangan pemekaran Kabupaten Mapia Raya yang sedang diperjuangkan oleh segelintir orang tanpa ada persetujuan dari berbagai stakeholder yang ada.
Pertama, Menolak dengan tegas upaya perjuangan pemekaran Kabupaten Mapia Raya yang sedang diperjuangkan oleh segelintir orang tanpa ada persetujuan dari berbagai stakeholder yang ada.
Kedua, Pemerintah provinsi Papua, DPRP, MRP, segera memanggil
pemerintah kabupaten Dogiyai bersama Ketua Tim Pemekaran untuk menyampaikan dan
menjelaskan draft kajian akademis tentang apakah ada resolusi bersama dari
rakyat atau tidak di depan mahasiswa bersama kepala suku besar (RPM SIMAPITOWA)
dan seluruh rakyat Papua Barat di Jayapura.
Ketiga, Menteri dan Dirjen Otonomi Daerah di Jakarta segera
menghentikan atau mengeluarkan rekomendasi penolakan tegas atas Kabupaten Mapia
Raya yang sedang diupayakan oleh elit lokal, sebab kabupaten Dogiyai saja belum
dibangun dengan baik.
Keempat, Presiden Republik Indonesia, Ir. Joko Widodo tidak perlu
merespon upaya tim pemekaran Mapia Raya, karena hal itu bukan permintaan dari
rakyat setempat.
Kelima, Presiden Republik Indonesia harus segera menarik pasukan
organik maupun non organik dari tanah Papua.
Keenam, Bupati Kabupaten Dogiyai, Drs. Thomas Tigi segera
mengeluarkan surat penolakan tegas atas pemekaran Kabupaten Mapia Raya.
Ketujuh, Bupati Kabupaten Dogiyai, Drs. Thomas Tigi, Paskalis Butu
selaku Kepala Bagian Pemerintahan Dogiyai bersama Kepala Dinas Kependudukan
Willem Kegiye segera menghentikan keterlibatan kepala suku palsu yang
mengatasnamakan pemilik ulayat untuk melakukan pelepasan tanah adat atau
persetujuan rakyat setempat.
Kedelapan, Bupati Kabupaten Dogiyai bersama Intelektual Mapia stop
melakukan upaya busuk dan jangan sekali-kali katakan bahwa kami tidak bisa
hidup bersama dengan teman-teman dari Kamuu. "Alasan mendasar bagi tim
pemekaran kalau kami mau bangun kantor saja rakyat Kamuu minta nilai uang
triliunan rupiah, maka membuat kami harus berjuang pemekaran". Ungkapan
ini harus dibuang jauh karena tidak tepat digunakan.
Kesembilan, Pemerintah Provinsi Papua, DPRP, dan pemerintah kabupaten
Dogiyai bersama Tim Pemekaran segera buka ruang dialog dan mengakomodir semua
stakeholder/pemangku kepentingan yang ada guna mencari solusi yang terbaik.
Posting Komentar